Rai
Sri Artini
Ayam
Presto
Sesungguhnya
kau sudah mati
Ini
hanya bayang-bayang
Harapan
mimpi yang lama mengendap
Raib
Telinga-telinga
pekak
Mana
keadilan
Ia
misterius seperti bumi yang dicungkup petang
Mungkin
tersimpan di saku celana
Seorang
nenek mencuri dua buah cokelat, menanti mati
Perempuan
bergincu mencuri uang rakyat, melenggang tenang
Ah
memang susah urusan perut apalagi mulut bersilat lidah
Suara-suara
menyusut mengulum ngilu ludah
Biar
waktu yang rahasia membuka sayapnya
Wajah
nenek tua tegang mengenang anak cucu
Hanya
setetes lemak dari pagi memberi pelumas bagi tulang-tulangnya
Untuk
tetap bisa berjalan
Bayang
kegelapan di pelupuk mata telah menyeret
Dia
remuk sempurna mencari sesosok tubuh yang bernama keadilan
Debu-debu
purba mengental di setiap pori
Tubuh
penuh keringat dilapisi timah aluminium
Pengap
oleh pasal-pasal yang memvonisnya
Juga
angka-angka yang turut menghitung umur
Ia
menyerahkan diri pada panci presto
Untuk
disantap kekuasaan
(
Oktober, 2018 )
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiban
(
November,2017
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiban
(
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiban
(
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiban
(
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiban
(
Dalang
dan Sengkuni
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna melipat kuku di tilam emas
Ia
fasih mengajarkan cara membetulkan duduk
Mencuci
tangan dan meloloskan diri dari kepul asap dunia
Dari
kilatan tubuhnya sengkuni-sengkuni lahir
Menerabas
nurani mengepulkan bebuih nafsu
Dengan
takaran yang tepat ia seduh teh dengan aroma paling harum
Hingga
jejak dan sidik jari hilang
Dengan
ukuran dan kalkulasi yang tepat pula ia melempar dadu
Memainkan
segala lakon dengan legit
Dalang
yang kehilangan cahaya
Begitu
sempurna mengajarkan sengkuni berdoa
Bagi
taring-taring yang diasah dan adu domba yang keji
Bagi
anyir darah yang diisap dari derita jalanan, kolong jembatan
gerobak
dan persimpangan
Sejarah
bergulir lembar kalender berjalan
Sengkuni-sengkuni
lahir membangun dinasti
Ia
terus menyesap puting inang yang semakin keriput
Sepasang
hujan tak mampu menyentuh jantungnya paling hawa
Dalang
hidup di dalam sengkuni. Tangan kakinya serupa lintah
Geraknya
serupa tikus. Mimikri adalah caranya bertahan dari segala cuaca
Lalu
di mana letak nurani, kejujuran dan integritas?
Mereka
rupanya menghuni kastil-kastil sunyi menghuni dongeng-dongeng sejarah
Kini
saatnya pergi mengetuk pintu kastil
Melapangkan
tubuh reformasi yang benar
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Yang
sibuk mencari bentuk tubuhnya sendiri
Tak
perlu lagi sedu sedan. Tak perlu
Berikan
saja tanda titik untuk mengubur sayapnya
Perang
sudah dimulai dan akan terus bergulir
Reformasi
bukan hanya menu sejarah
Namun
sebuah kewajiba
Rai
Sri Artini. Puis-puisinya tergabung dalam
beberapa antologi : Klungkung,Tanah Tua Tanah Cinta, Mengunyah Geram Seratus
Puisi Melawan Korupsi, Ketika Kata Berlipat Makna, Lumbung Puisi, Progo 4
Temanggung dalam puisi, Antologi Puisi Bogor, Ning, Seutas Tali Segelas
Anggur,dll.Puisi-puisi pernah dimuat di Bali Post, Tribun Bali, Litera.co,
Tatkala.Co, Jendela sastra,Riau Realita,Kompasiana, Linikini Linifiksi.