Puisi Nanang Suryadi
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
aku terima cintamu seikhlas hatiku, sungguh engkau maha pendengar segala keluh
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
aku terima cintamu seikhlas hatiku, sungguh engkau maha pendengar segala keluh
segala adalah milikmu, segala adalah cintamu, aku berada di dalam rengkuhmu
jika rinduku adalah rindu yang dusta, jika cintaku adalah cinta yang dusta, tapi mengapa debar di jantungku selalu menyebut namamu?
jika mencintaimu adalah ujian, beri aku kesempatan lulus mencintaimu
jika hatiku terus bergalau, adalah ruhmu dalam diriku yang terus menyeru, merindurindu cintamu
sungguh aku teramat lelah, beri diri ketulusan berserah, di dalam pelukmu aku istirah
cintaku teramat rumit, menerjemah cintamu yang sederhana
akulah debu, dan engkau keluasan tak terhingga, aku debu yang tak sanggup menerka rahasia cintamu
berulangkali aku meruntuh, tapi cintamu tetap utuh
aku galau yang meriuh, dan engkau keheningan yang menerima segala aduh
suara suara yang diterbangkan angin, menggema di relung-relung, suara suara yang memanggilimu, rindu
doa-doa yang memenuhi langit bumi, entah berbisik entah memekik, ingin menyibak tabir rahasia: cintamu utuh
wahai, para perindu berbondong-bondong memburu cahaya, dengan sepenuh harap, kau catat: rindu yang bercahaya
karena cinta bersedih jika tanpa balas, maka jangan kau pupus harap perjumpaan denganmu. hidupku fana, tapi cintamu kekal
jangan tolak rindu cintaku, karena tanpa cintamu hidupku akan hampa, tak berarti apa-apa
aku tak akan menyeka airmata tangisku, karena telah menjadi saksi cintamu memang pantas dirindu selalu
aku menulismu dengan huruf besar atau huruf kecil, aku tahu kau tahu seberapa besar rinduku
aku telah luluh, merindumu seluruh, sebagai daun yang luruh tulus mencium bumimu menerima isyarat cintamu penuh
aku dan engkau, perindu dan yang dirindu, saling merindu untuk bertemu, walau tiada jarak cintaku cintamu
jika mata lahirku tak mampu memandang cintamu, mata batinku silau oleh cahaya cintamu. tersungkur aku, gemetar dalam sujudku
duhai, jika puisiku adalah kebohongan, maka telah tersesat aku di lembah kata-kata, mencarimu
aku peminta-minta, mengemis cintamu senantiasa, dan engkau maha kaya
jika aku selalu saja lupa dan melupakan dalam khilaf alpa, maka sungguh engkau tak pernah lupa
sajak sajak berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, duhai awal mula kata
kalimat kalimat berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai awal mula kata
kata-kata berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai asal mula kata
huruf-huruf berlepasan berhamburan, ingin bicara padamu, wahai engkau mula segala mula
dan kesenyapan menyapa, senyap yang melebur segala gaduh ramai dalam diri, hanya airmata duhai kekasih yang dirindu cintanya
sayapsayap cahaya menerang langit cintamu, membuka fajar, harap bertumbuhan sebagai tunas yang menyapa semesta penuh bahagia
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
Malang, 2011
BAYANG MIMPI
bayang kenangan menderu
memasuki ruang-ruang kosong dalam dada
sebagai kebahagiaan atau kesedihan
karena masing-masing kita mempunyai masa lalu
sebagai sejarah yang ditulis pada buku waktu
tak usahlah risau membacanya lagi
kenangan, kenyataan serta harapan
adalah milik kita
ia hadir sepanjang usia, rentangan waktu
"namun kau teramat larut pada masalalu,
sebagai kenangan yang memusar,
menenggelamkan dirimu pada kesedihan yang mendalam
sedang masa kini hadir sebagai kenyataan yang tak terelakan
dan masa depan membuka cakrawala harapan"
Malang, 19 Juli 1998
BIAR WAKTU BICARA
tak ada kepastian terucap dari bibir,
angin menerbangkan segala harapan,
juga kerinduan,
pada silam di jenguk kenangan,
dan katamu: biarlah waktu bicara kepada kita
tentang sesuatu itu
Penancangan, 24 Juli 1998
ADA YANG BERCERITA TENTANG MASA LALU
ada yang bercerita tentang masa lalu
dengan air mata
(mengapa lampau juga yang datang kini
mengetuk-ngetuk ingatan pada bayang-bayang?)
dan mata yang bulat itu,
menenggelamkanku
pada cerita
palung terdalam,
sebuah rahasia;
perempuan!
Penancangan, 24 Juli 1998
JANGAN LAGI DISIA
jangan lagi kan disia
sebagai tunas ia simpan harap
kan terus tumbuh
dengan sentuhan perhatian,
siraman kesejukan,
kehangatan kasih sayang
bersemilah hijau daun-daunan
bermekaranlah bunga-bunga
jangan lagi kan disia,
mengulang kesalahan yang sama,
dan sesal akan menikammu juga
Serang- Bandung, 25 Juli 1998
LAGU KENANGAN
lagu yang diputar berulang juga
menyeru-nyeru,
memanggil-manggil kenangan,
dengan jemarinya yang indah,
melambai-lambai,
ditunjuknya lorong-lorong masa lalu
dan kita tergoda untuk sekedar menjenguk
atau berdiam lama disitu,
menikmati kesendirian
lagu mendayu
lagu merayu
ada juga airmata di situ;
sayangku, seberapa rindu kau kepada masa lalu?
Serang-Bandung, 25-28 Juli 1998
SARANGAN
pada telaga yang tenang
terbayang bulan timbul tenggelam
sinarnya keemasan
"pohon cemara di kejauhan serupa raksasa tidur", katamu
dingin hembus angin malam
pegunungan memeluk diriku
air yang tenang
malam yang tenang
purnama berulang terliput awan
"serupa perawan sedang kasmaran," katamu
telaga yang sunyi
hanya kecipak ikan
riak kecil
betapa damai di sini
seperti kurindu
menemu dalam matamu
6 September 1998
MENJUMPAIMU DI SUATU SORE
"tuliskan puisi untukku..."
aku tulis kata-kata. mengalirlah keheningan . mengisi ruang dalam dada.
menyusun mimpi-mimpi. melukis senyum. melukis tatapan.
melukis keramahan.melukis kasih sayang. melukis kebahagiaan.
melukis laut. melukis angin. melukis bianglala.
"tuliskan puisi untukku..."
Malang, 1996
PADA GEMERSIK DAUNAN DITABUH ANGIN
kucari engkau pada keramahan dan kecintaan yang menjelma dari senyuman
dan tatapan manja. pada keheningan semesta. pada gemersik daunan
ditabuh angin. pada embun kesejukan.
inilah jeda itu istirah dari hiruk pikuk yang menikam. kujemput engkau
pada keheningan. dengan senyum bagai embun. membasuh marah yang membakar
dalam dada.
kudirikan cerita di situ. pada padang rumput. pada kerimbunan pohonan
yang menaungi. pada telaga yang kutemukan dalam matamu
engkau yang dilulur angin laut. menari bersama gelombang. burung camar.
perahu-perahu bercadik. menarikan waktu. menuangkan garam pada
kehidupan.
jika rinduku adalah rindu yang dusta, jika cintaku adalah cinta yang dusta, tapi mengapa debar di jantungku selalu menyebut namamu?
jika mencintaimu adalah ujian, beri aku kesempatan lulus mencintaimu
jika hatiku terus bergalau, adalah ruhmu dalam diriku yang terus menyeru, merindurindu cintamu
sungguh aku teramat lelah, beri diri ketulusan berserah, di dalam pelukmu aku istirah
cintaku teramat rumit, menerjemah cintamu yang sederhana
akulah debu, dan engkau keluasan tak terhingga, aku debu yang tak sanggup menerka rahasia cintamu
berulangkali aku meruntuh, tapi cintamu tetap utuh
aku galau yang meriuh, dan engkau keheningan yang menerima segala aduh
suara suara yang diterbangkan angin, menggema di relung-relung, suara suara yang memanggilimu, rindu
doa-doa yang memenuhi langit bumi, entah berbisik entah memekik, ingin menyibak tabir rahasia: cintamu utuh
wahai, para perindu berbondong-bondong memburu cahaya, dengan sepenuh harap, kau catat: rindu yang bercahaya
karena cinta bersedih jika tanpa balas, maka jangan kau pupus harap perjumpaan denganmu. hidupku fana, tapi cintamu kekal
jangan tolak rindu cintaku, karena tanpa cintamu hidupku akan hampa, tak berarti apa-apa
aku tak akan menyeka airmata tangisku, karena telah menjadi saksi cintamu memang pantas dirindu selalu
aku menulismu dengan huruf besar atau huruf kecil, aku tahu kau tahu seberapa besar rinduku
aku telah luluh, merindumu seluruh, sebagai daun yang luruh tulus mencium bumimu menerima isyarat cintamu penuh
aku dan engkau, perindu dan yang dirindu, saling merindu untuk bertemu, walau tiada jarak cintaku cintamu
jika mata lahirku tak mampu memandang cintamu, mata batinku silau oleh cahaya cintamu. tersungkur aku, gemetar dalam sujudku
duhai, jika puisiku adalah kebohongan, maka telah tersesat aku di lembah kata-kata, mencarimu
aku peminta-minta, mengemis cintamu senantiasa, dan engkau maha kaya
jika aku selalu saja lupa dan melupakan dalam khilaf alpa, maka sungguh engkau tak pernah lupa
sajak sajak berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, duhai awal mula kata
kalimat kalimat berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai awal mula kata
kata-kata berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai asal mula kata
huruf-huruf berlepasan berhamburan, ingin bicara padamu, wahai engkau mula segala mula
dan kesenyapan menyapa, senyap yang melebur segala gaduh ramai dalam diri, hanya airmata duhai kekasih yang dirindu cintanya
sayapsayap cahaya menerang langit cintamu, membuka fajar, harap bertumbuhan sebagai tunas yang menyapa semesta penuh bahagia
sungguh darimu cinta berasal, kepadamu cinta akan kembali
Malang, 2011
BAYANG MIMPI
bayang kenangan menderu
memasuki ruang-ruang kosong dalam dada
sebagai kebahagiaan atau kesedihan
karena masing-masing kita mempunyai masa lalu
sebagai sejarah yang ditulis pada buku waktu
tak usahlah risau membacanya lagi
kenangan, kenyataan serta harapan
adalah milik kita
ia hadir sepanjang usia, rentangan waktu
"namun kau teramat larut pada masalalu,
sebagai kenangan yang memusar,
menenggelamkan dirimu pada kesedihan yang mendalam
sedang masa kini hadir sebagai kenyataan yang tak terelakan
dan masa depan membuka cakrawala harapan"
Malang, 19 Juli 1998
BIAR WAKTU BICARA
tak ada kepastian terucap dari bibir,
angin menerbangkan segala harapan,
juga kerinduan,
pada silam di jenguk kenangan,
dan katamu: biarlah waktu bicara kepada kita
tentang sesuatu itu
Penancangan, 24 Juli 1998
ADA YANG BERCERITA TENTANG MASA LALU
ada yang bercerita tentang masa lalu
dengan air mata
(mengapa lampau juga yang datang kini
mengetuk-ngetuk ingatan pada bayang-bayang?)
dan mata yang bulat itu,
menenggelamkanku
pada cerita
palung terdalam,
sebuah rahasia;
perempuan!
Penancangan, 24 Juli 1998
JANGAN LAGI DISIA
jangan lagi kan disia
sebagai tunas ia simpan harap
kan terus tumbuh
dengan sentuhan perhatian,
siraman kesejukan,
kehangatan kasih sayang
bersemilah hijau daun-daunan
bermekaranlah bunga-bunga
jangan lagi kan disia,
mengulang kesalahan yang sama,
dan sesal akan menikammu juga
Serang- Bandung, 25 Juli 1998
LAGU KENANGAN
lagu yang diputar berulang juga
menyeru-nyeru,
memanggil-manggil kenangan,
dengan jemarinya yang indah,
melambai-lambai,
ditunjuknya lorong-lorong masa lalu
dan kita tergoda untuk sekedar menjenguk
atau berdiam lama disitu,
menikmati kesendirian
lagu mendayu
lagu merayu
ada juga airmata di situ;
sayangku, seberapa rindu kau kepada masa lalu?
Serang-Bandung, 25-28 Juli 1998
SARANGAN
pada telaga yang tenang
terbayang bulan timbul tenggelam
sinarnya keemasan
"pohon cemara di kejauhan serupa raksasa tidur", katamu
dingin hembus angin malam
pegunungan memeluk diriku
air yang tenang
malam yang tenang
purnama berulang terliput awan
"serupa perawan sedang kasmaran," katamu
telaga yang sunyi
hanya kecipak ikan
riak kecil
betapa damai di sini
seperti kurindu
menemu dalam matamu
6 September 1998
MENJUMPAIMU DI SUATU SORE
"tuliskan puisi untukku..."
aku tulis kata-kata. mengalirlah keheningan . mengisi ruang dalam dada.
menyusun mimpi-mimpi. melukis senyum. melukis tatapan.
melukis keramahan.melukis kasih sayang. melukis kebahagiaan.
melukis laut. melukis angin. melukis bianglala.
"tuliskan puisi untukku..."
Malang, 1996
PADA GEMERSIK DAUNAN DITABUH ANGIN
kucari engkau pada keramahan dan kecintaan yang menjelma dari senyuman
dan tatapan manja. pada keheningan semesta. pada gemersik daunan
ditabuh angin. pada embun kesejukan.
inilah jeda itu istirah dari hiruk pikuk yang menikam. kujemput engkau
pada keheningan. dengan senyum bagai embun. membasuh marah yang membakar
dalam dada.
kudirikan cerita di situ. pada padang rumput. pada kerimbunan pohonan
yang menaungi. pada telaga yang kutemukan dalam matamu
engkau yang dilulur angin laut. menari bersama gelombang. burung camar.
perahu-perahu bercadik. menarikan waktu. menuangkan garam pada
kehidupan.