Di Pelabuhan Cirebon
“Mon beau navire O ma memoire
Avons-nous assez navigue”(Guillame Apollinaire)
Di pelabuhan Cirebon, laut dan hatiku beradu
Gemuruh, Kapal-kapal berlayar dan berlabuh
Dan aku diam berjaga menanti senja yang entah:
O hidup, pelayaran sebentar, sebentar saja sampai!
Dalam penantian, aku jadi teringat dirimu, adikku
Kapal-kapal yang berlayar dan berlabuh, menjadi milik kita
Terbuat dari sobekan kertas buku-buku pelajaran sepulang
Sekolah. Dan kitapun melaju di parit dan selokan
Dengan senyuman. Dan kita selalu lupa pada ibu
Yang suka marah, bila memeriksa buku yang kita punyai
Di pelabuhan Cirebon, adikku sayang
Aku mengenangmu sambil menanti senja
Senja kematian yang menawan dan menyenangkan
1993
pada Kumpulan Sajak “Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
KASMARAN
bersama Diwana Fikri Aghniya
Tiba-tiba saja kita seperti orang yang sedang
Belajar menjadi anak dan ayah. Di mesjid itu
Keharuan seperti sungai gunung mencari lembah
Dan kita hanyutkan harapan sampai ke ujung sepi
Muara bagi setiap doa dan ikan membuat janji
Kita pun menjelma puisi yang hidup di antara dua
Keabadian surga dan neraka. Kita berkhayal sebagai
Keluarga Lukman yang kekal sepanjang zaman. Tenang
Bersama wajah-wajah malaikat yang putih. Dan Tuhan
Kita terus kasmaran sepanjang kumandang azan. Dan
Lupa pada bumi yang selalu menyanyikan lagu pilu
Juga pada rumah yang penuh desah dan tumpukan
sampah
Kita terus berpelukan dalam irama Tuhan. Berlayar
Di antara pulau-pulau yang kemilau, mencari Lukman …
1996
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
MELANKOLIA
Seperti barisan mahoni di tepi jalan
Tubuhku tegak sepanjang ceruk subuh
Dan bayang hitamku terkapar di aspal
Menekuri arah kendaraan dan merkuri
Azan berkumandang mengajakku pulang
Tapi gema membuat banyak makna suara
Menggambar persimpangan bagi langkah
Dan cuaca menawarkan mimpi indah juga
Derita. Aku bimbang di antara bintang
Sisa. Dan sebuah tabrakan keras sulit
Terhindarkan. Aku berantakan dan luka
Hati belah dua dalam langit melankolia
1996
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman
KARNAVAL
Dengan pakaian berwarna kita bergaya.
Beriring Dalam barisan bebek. Kita kembali sebagai anak
Pada karnaval hari-hari besar. Wajah bercahaya
Mulut penuh gula-gula. Hari-hari tinggal canda
Siapa punya air mata ? Di sini tak ada kata bernama
Duka. Mimpi dan imaji mengalahkan luka
Derita ibarat bahasa karangan bunga. Kepedihan
Hanya milik pejuang di medan perang. Kesedihan
Melayang. Dunia dihiasi lampu dan umbul-umbul
Pesta terus dirayakan. Karnaval masih berjalan
Parade bergerak lamban. Penyair memilih diam:
Siapa punya air mata? Siapa lebih suka tangisan?
1995
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
Beni R Budiman, lahir di desa Dawuan, Kadipaten, Majalengka, 10 September 1965. Pendidikan formal terakhirnya ditempuh di jurusan Bahasa Asing, Program Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, hingga khatam. la menulis sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Semasa masih kuliah, ia aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di bidang sastera, teater dan pers. Sajak-sajaknya hinggap di halaman “Pertemuan Kecil” Pikiran Rakyat. la pun mengumumkan sajak-sajaknya melalui surat kabar Bandung Pos, Surabaya Pos, Jawa Pos, Pelita, Suara Pembaruan, Media Indonesia, majalah sastera Horison, dan radio Deutsche Welle. Beberapa sajaknya turut dimuat dalam antologi Dua Wajah (1992), Mimbar PenyairAbad 21 (1996), Mafam Seribu Bulan, Cermin Alam, Tangan Besi, dan Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (2000). Pada tahun 1996 ia turut diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk membacakan sajak-sajaknya dan berbicara mengenai sajak-sajaknya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. la pun banyak menulis esai mengenai sastera dan kebudayaan. la wafat di Malangbong, Garut, 3 Desember 2002, setelah menderita penyakit jantung, paru-paru dan ginjal. Penunggu Makam adalah kumpulan sajak tunggal Beni R. Budiman yang pertama dan terakhir.(rg bagus warsono)
“Mon beau navire O ma memoire
Avons-nous assez navigue”(Guillame Apollinaire)
Di pelabuhan Cirebon, laut dan hatiku beradu
Gemuruh, Kapal-kapal berlayar dan berlabuh
Dan aku diam berjaga menanti senja yang entah:
O hidup, pelayaran sebentar, sebentar saja sampai!
Dalam penantian, aku jadi teringat dirimu, adikku
Kapal-kapal yang berlayar dan berlabuh, menjadi milik kita
Terbuat dari sobekan kertas buku-buku pelajaran sepulang
Sekolah. Dan kitapun melaju di parit dan selokan
Dengan senyuman. Dan kita selalu lupa pada ibu
Yang suka marah, bila memeriksa buku yang kita punyai
Di pelabuhan Cirebon, adikku sayang
Aku mengenangmu sambil menanti senja
Senja kematian yang menawan dan menyenangkan
1993
pada Kumpulan Sajak “Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
KASMARAN
bersama Diwana Fikri Aghniya
Tiba-tiba saja kita seperti orang yang sedang
Belajar menjadi anak dan ayah. Di mesjid itu
Keharuan seperti sungai gunung mencari lembah
Dan kita hanyutkan harapan sampai ke ujung sepi
Muara bagi setiap doa dan ikan membuat janji
Kita pun menjelma puisi yang hidup di antara dua
Keabadian surga dan neraka. Kita berkhayal sebagai
Keluarga Lukman yang kekal sepanjang zaman. Tenang
Bersama wajah-wajah malaikat yang putih. Dan Tuhan
Kita terus kasmaran sepanjang kumandang azan. Dan
Lupa pada bumi yang selalu menyanyikan lagu pilu
Juga pada rumah yang penuh desah dan tumpukan
sampah
Kita terus berpelukan dalam irama Tuhan. Berlayar
Di antara pulau-pulau yang kemilau, mencari Lukman …
1996
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
MELANKOLIA
Seperti barisan mahoni di tepi jalan
Tubuhku tegak sepanjang ceruk subuh
Dan bayang hitamku terkapar di aspal
Menekuri arah kendaraan dan merkuri
Azan berkumandang mengajakku pulang
Tapi gema membuat banyak makna suara
Menggambar persimpangan bagi langkah
Dan cuaca menawarkan mimpi indah juga
Derita. Aku bimbang di antara bintang
Sisa. Dan sebuah tabrakan keras sulit
Terhindarkan. Aku berantakan dan luka
Hati belah dua dalam langit melankolia
1996
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman
KARNAVAL
Dengan pakaian berwarna kita bergaya.
Beriring Dalam barisan bebek. Kita kembali sebagai anak
Pada karnaval hari-hari besar. Wajah bercahaya
Mulut penuh gula-gula. Hari-hari tinggal canda
Siapa punya air mata ? Di sini tak ada kata bernama
Duka. Mimpi dan imaji mengalahkan luka
Derita ibarat bahasa karangan bunga. Kepedihan
Hanya milik pejuang di medan perang. Kesedihan
Melayang. Dunia dihiasi lampu dan umbul-umbul
Pesta terus dirayakan. Karnaval masih berjalan
Parade bergerak lamban. Penyair memilih diam:
Siapa punya air mata? Siapa lebih suka tangisan?
1995
pada Dua Kumpulan Sajak”Penunggu Makam” Beni R. Budiman.
Beni R Budiman, lahir di desa Dawuan, Kadipaten, Majalengka, 10 September 1965. Pendidikan formal terakhirnya ditempuh di jurusan Bahasa Asing, Program Bahasa dan Sastra Prancis, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) Bandung, hingga khatam. la menulis sejak masih duduk di bangku sekolah menengah. Semasa masih kuliah, ia aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di bidang sastera, teater dan pers. Sajak-sajaknya hinggap di halaman “Pertemuan Kecil” Pikiran Rakyat. la pun mengumumkan sajak-sajaknya melalui surat kabar Bandung Pos, Surabaya Pos, Jawa Pos, Pelita, Suara Pembaruan, Media Indonesia, majalah sastera Horison, dan radio Deutsche Welle. Beberapa sajaknya turut dimuat dalam antologi Dua Wajah (1992), Mimbar PenyairAbad 21 (1996), Mafam Seribu Bulan, Cermin Alam, Tangan Besi, dan Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (2000). Pada tahun 1996 ia turut diundang oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) untuk membacakan sajak-sajaknya dan berbicara mengenai sajak-sajaknya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. la pun banyak menulis esai mengenai sastera dan kebudayaan. la wafat di Malangbong, Garut, 3 Desember 2002, setelah menderita penyakit jantung, paru-paru dan ginjal. Penunggu Makam adalah kumpulan sajak tunggal Beni R. Budiman yang pertama dan terakhir.(rg bagus warsono)