DEWI CORONA
Dewi corona menari mengayunkan sampurnya
Siapa yang bakal terjerat dan kasmaran
Lalu menggigil memohon cinta
Dalam ampunan ajal juga kecemasan berkelindan
Di panggung orangorang menyeru
Sambil mengenakan topeng kepalsuan
Dosa masih saja dipilah dan dipilih dari rasa ragu
Tersumpal di sela gumam kematian
Dewi corona terus menari dengan pesona
Membidik lelaki yang jatuh hati dan terkesima
Orangorang terus menyimpan demam sambil menghiba
Tersaruk dan terpuruk ke sudut dunia paling lara.
2020
KOTA MATI
Pasca lockdown
Sebuah kota mendadak mati
Apakah detak jantungnya berhenti
Apakah rabunya enggan mengembang
Atau selsel otaknya malas menari?
Tapi kota hanyalah struktur paranoia
Ketika gerbangnya dijaga para hantu
Malam bertugur siang terjaga
Pada debar senarai kematian yang ditunggu.
2020
JANTUNG JOGYA
Pageblug Covid -19
Apakah Jantung Jogya berhenti berdenyut
Ketika debarnya kaubaca sebagai romansa percintaan
Antara para pelancong, penjaja nasib dan puisi elegi
Yang dinyanyikan para pengamen jalanan?
Senja adalah nostalgi
Tertulis pada ribuan tilas jejak kaki
Tapi tidak pada saat kini
Ketika udara bertuba tibatiba berubah jadi buruk mimpi
Apakah sesuatu yang viral ketika nafas mendadak tersengal?
Dan di jantung Jogya yang sibuk kau cari pada halaman peta itu
Seolah meramal ada yang harus hilang dan terpenggal
2020
TUBUH YANG TERKUNCI
Lockdown! lockdown!.Engkau berteriak sambil mengunci
dirimu ketika jam acuh tak acuh dan pintu diketuk dari luar.
Spada, seru seseorang dari luar pintu sebelum gegar
cahaya dan tingkap membujukmu agar membuang anak kunci
ke lubang closed itu
Entah pada kemiringan berapa derajat
otakmu mulai tak beres. Ia memaksa mulutmu untuk menyanyi lagu reliji
yang mengamanatkan pesan kiamat sudah dekat.
Lockdown matamu
.lockdown hidungmu
.lockdown telingamu
lockdown kelaminmu.
Biarlah semua terkunci. Biarlah semua kembali pulang
ke alamat cangkangnya sendiri
setelah sekian abad berkeliaran di jalanan
dan mengaku- ngaku sebagai tuhan.
“Bukankah orang lain adalah neraka, Tuan Sartre?”
.2020.
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional.Antologi puisi tunggal yang telah terbit : Tilas Waktu (2011) dan Lelaki Pemanggul Puisi (2017). Novelnya bertajuk Menjemput Fatamorgana terbit tahun 2018. Kumpulan esainya berjudul Wacana Sastra Paragraf Budaya ( Leutikprio , 2019)Sekitar delapan puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program Bianglala sastra Semarang TV. ,Sehari-hari bekerja sebagai dosen Universitas Negeri Semarang. Alamat rumah : Jl Bukit Kelapa Sawit IV/30-31 Perum Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang 50271 , email : heruemge@gmail.com no HP/WA 081325745254
Dewi corona menari mengayunkan sampurnya
Siapa yang bakal terjerat dan kasmaran
Lalu menggigil memohon cinta
Dalam ampunan ajal juga kecemasan berkelindan
Di panggung orangorang menyeru
Sambil mengenakan topeng kepalsuan
Dosa masih saja dipilah dan dipilih dari rasa ragu
Tersumpal di sela gumam kematian
Dewi corona terus menari dengan pesona
Membidik lelaki yang jatuh hati dan terkesima
Orangorang terus menyimpan demam sambil menghiba
Tersaruk dan terpuruk ke sudut dunia paling lara.
2020
KOTA MATI
Pasca lockdown
Sebuah kota mendadak mati
Apakah detak jantungnya berhenti
Apakah rabunya enggan mengembang
Atau selsel otaknya malas menari?
Tapi kota hanyalah struktur paranoia
Ketika gerbangnya dijaga para hantu
Malam bertugur siang terjaga
Pada debar senarai kematian yang ditunggu.
2020
JANTUNG JOGYA
Pageblug Covid -19
Apakah Jantung Jogya berhenti berdenyut
Ketika debarnya kaubaca sebagai romansa percintaan
Antara para pelancong, penjaja nasib dan puisi elegi
Yang dinyanyikan para pengamen jalanan?
Senja adalah nostalgi
Tertulis pada ribuan tilas jejak kaki
Tapi tidak pada saat kini
Ketika udara bertuba tibatiba berubah jadi buruk mimpi
Apakah sesuatu yang viral ketika nafas mendadak tersengal?
Dan di jantung Jogya yang sibuk kau cari pada halaman peta itu
Seolah meramal ada yang harus hilang dan terpenggal
2020
TUBUH YANG TERKUNCI
Lockdown! lockdown!.Engkau berteriak sambil mengunci
dirimu ketika jam acuh tak acuh dan pintu diketuk dari luar.
Spada, seru seseorang dari luar pintu sebelum gegar
cahaya dan tingkap membujukmu agar membuang anak kunci
ke lubang closed itu
Entah pada kemiringan berapa derajat
otakmu mulai tak beres. Ia memaksa mulutmu untuk menyanyi lagu reliji
yang mengamanatkan pesan kiamat sudah dekat.
Lockdown matamu
.lockdown hidungmu
.lockdown telingamu
lockdown kelaminmu.
Biarlah semua terkunci. Biarlah semua kembali pulang
ke alamat cangkangnya sendiri
setelah sekian abad berkeliaran di jalanan
dan mengaku- ngaku sebagai tuhan.
“Bukankah orang lain adalah neraka, Tuan Sartre?”
.2020.
Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP. Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional.Antologi puisi tunggal yang telah terbit : Tilas Waktu (2011) dan Lelaki Pemanggul Puisi (2017). Novelnya bertajuk Menjemput Fatamorgana terbit tahun 2018. Kumpulan esainya berjudul Wacana Sastra Paragraf Budaya ( Leutikprio , 2019)Sekitar delapan puluhan judul buku memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program Bianglala sastra Semarang TV. ,Sehari-hari bekerja sebagai dosen Universitas Negeri Semarang. Alamat rumah : Jl Bukit Kelapa Sawit IV/30-31 Perum Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang 50271 , email : heruemge@gmail.com no HP/WA 081325745254