TEKS SULUH


Selasa, 24 Maret 2020

Puisi-puisi Antologi Corona, Heru Mugiarso : Dewi Corona

DEWI CORONA



Dewi corona menari mengayunkan sampurnya

Siapa yang bakal terjerat dan kasmaran

Lalu menggigil memohon cinta

Dalam ampunan ajal juga kecemasan berkelindan



Di panggung orangorang menyeru

Sambil mengenakan topeng kepalsuan

Dosa masih saja dipilah dan dipilih dari rasa ragu

Tersumpal di sela gumam kematian



Dewi corona terus menari dengan pesona

Membidik lelaki yang jatuh hati dan terkesima

Orangorang terus menyimpan demam sambil menghiba

Tersaruk dan terpuruk ke sudut dunia paling lara.

2020



KOTA MATI

Pasca lockdown



Sebuah kota mendadak mati

Apakah detak jantungnya berhenti

Apakah rabunya enggan mengembang

Atau selsel otaknya malas menari?



Tapi kota hanyalah struktur paranoia

Ketika gerbangnya dijaga para hantu

Malam bertugur siang terjaga

Pada debar senarai kematian yang ditunggu.



2020









JANTUNG JOGYA

Pageblug Covid -19


Apakah Jantung Jogya berhenti berdenyut

Ketika debarnya kaubaca sebagai romansa percintaan

Antara para pelancong, penjaja nasib dan puisi elegi

Yang dinyanyikan para pengamen jalanan?



Senja adalah nostalgi

Tertulis pada ribuan tilas jejak kaki

Tapi tidak pada saat kini

Ketika udara bertuba tibatiba berubah jadi buruk mimpi



Apakah sesuatu yang viral ketika nafas mendadak tersengal?

Dan di jantung Jogya yang sibuk kau cari pada halaman peta itu



Seolah meramal ada yang harus hilang dan terpenggal

2020
TUBUH YANG TERKUNCI



Lockdown! lockdown!.Engkau berteriak sambil mengunci

dirimu ketika jam acuh tak acuh dan pintu diketuk dari luar.



Spada, seru seseorang dari luar pintu sebelum gegar

cahaya dan tingkap membujukmu agar membuang anak kunci

ke lubang closed itu



Entah pada kemiringan berapa derajat

otakmu mulai tak beres. Ia memaksa mulutmu untuk menyanyi lagu reliji

yang mengamanatkan pesan kiamat sudah dekat.



Lockdown matamu

          .lockdown hidungmu

                          .lockdown telingamu

                                         lockdown kelaminmu.

Biarlah semua terkunci. Biarlah semua kembali pulang

ke alamat cangkangnya sendiri

setelah sekian abad berkeliaran di jalanan

dan mengaku- ngaku sebagai tuhan.



“Bukankah orang lain adalah neraka, Tuan Sartre?”

.2020.

Heru Mugiarso, lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961. Menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMP.  Karya-karya berupa puisi, esai dan cerpen serta artikel di muat di berbagai media lokal dan nasional.Antologi puisi tunggal yang telah terbit : Tilas Waktu  (2011) dan Lelaki Pemanggul Puisi (2017). Novelnya bertajuk  Menjemput Fatamorgana terbit  tahun 2018. Kumpulan esainya berjudul Wacana Sastra Paragraf Budaya  ( Leutikprio , 2019)Sekitar delapan  puluhan judul buku  memuat karya-karyanya.Penghargaan yang diperoleh adalah Komunitas Sastra Indonesia Award 2003 sebagai penyair terbaik tahun 2003 Namanya tercantum dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017.)Sebagai nara sumber acara sastra pada program Bianglala sastra Semarang TV.  ,Sehari-hari bekerja sebagai dosen Universitas Negeri Semarang. Alamat rumah : Jl Bukit Kelapa Sawit IV/30-31 Perum Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang 50271 , email :  heruemge@gmail.com   no HP/WA 081325745254