Sahaya Santayana
SURAT JARAK JAUH
kalimat-kalimat peringatan menggema
melalui pengeras suara di perempatan jalan
terdengar saat pagi memandang lampu perhentian
di mana kelengangan singgah di kota waktu
menulis catatan yang dipaparkan jadi puisi
di sini peraturan kian dipertimbangkan perbuatan
akan marka-marka yang membuat kita jeda
di antara sejenak yang was-was dan ragu
begitupun kebiasaan yang tak dapat ditahan
penyesuaian-penyesuaian muncul di hadapan
diri yang mempunyai pintas-pintas penerimaan
kata-kataku dihadapkan bijak yang dalam
demi jaga yang diterjemahkan keselamatanmu
yang sengaja kueja bersama kesunyianku
Tasikmalaya, 2020.
DI STASIUN SEPI
tak biasanya pemberangkatan sukar akan keramaian
selimuti suasana yang semakin murung mendung
sejumlah pembatalan-pembatalan pertemuan terpaksa
harus diurungkan sejenak waktu yang berputar
lokomotif-lokomotif datang lalu pergi menarik
gerbong yang berisi kekosongan lain dari kemarin
yang disaksikan bersama penantian di persilangan
lebih dulu pamit menuju perhentianmu
telah kubongkar barang yang sudah terkemas rapi
menyepi di kediaman hatimu yang kembali menulis puisi
khawatir menggaris pada kertas hari bersama kejadian ini
pada jadwal yang telah termaktub dan menyanubari
di satu jalur yang tak dapat kembali pada badan
adalah kalimat perpisahanku yang berkabung berulangkali
Tasikmalaya, 2020.
DISINFEKTAN HUJAN
kupandang endapan rinai-rinai
pada tanah di musim baru yang bertamu
setelah menjalar dan diarak perjalanan angin
betapa mendung mengitari selimut langkah
angka-angka yang melonjak kian hari termaktub
di kepala hingga basah bercampur keringat
sudah hafal akan menanti kembali harapan
yang berteduh di bawah jantung doamu
di mana ketakutan dan keselamatan
adalah kabar yang melayang di sudut ketegangan
apa hendak dilaku selain arif dalam ketenangan
di sini aku tak bisa menghitung rintik yang pelan
dialirkan tuhan yang jatuh membasuh usap sepenuh
serap yang dekat mendekap lalu dirapalkan bumi
Tasikmalaya, 2020.
Sahaya Santayana, Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Desember 1995. Menulis sejak Tahun 2014. Aktif Bergiat Satu Jam Sastra di Alun-alun Kota Tasikmalaya. Salahsatu puisinya masuk Antologi Bersama a.l : Jejak Cinta Di Bumi Raflesia, (2018), Jejak Hang Tuah Dalam Puisi, (2018), Bulu Waktu, (2018), Bulan-Bulan Dalam Sajak, (2018), Sajadah, (2019), Risalah Api, (2019), Dari Negeri Poci 9 : Pesisiran, (2019), Membaca Asap, (2019), Segara Sakti Rantau Bertuah, (2019), Antologi Sajak Juara KORSABARA, (2019), Suara dari Jiwa, (2019), Negeri Penyair, (2019), Puisi Sayur Mayur, (2020). Dan beberapa karyanya pernah dimuat Di H.U Kabar Priangan 2017, Radar Tasikmalaya 2017, H.U Rakyat Sultra 2018, Kuluwung.com 2018, Koran Merapi 2019, Magelang Ekspress 2019, Solopos 2019, Radar Banyuwangi 2019, sastra-indonesia.com 2019, tembi.net 2019, Radar Bekasi 2019, travesia.co.id 2019, kataberita.id 2020. Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya.
SURAT JARAK JAUH
kalimat-kalimat peringatan menggema
melalui pengeras suara di perempatan jalan
terdengar saat pagi memandang lampu perhentian
di mana kelengangan singgah di kota waktu
menulis catatan yang dipaparkan jadi puisi
di sini peraturan kian dipertimbangkan perbuatan
akan marka-marka yang membuat kita jeda
di antara sejenak yang was-was dan ragu
begitupun kebiasaan yang tak dapat ditahan
penyesuaian-penyesuaian muncul di hadapan
diri yang mempunyai pintas-pintas penerimaan
kata-kataku dihadapkan bijak yang dalam
demi jaga yang diterjemahkan keselamatanmu
yang sengaja kueja bersama kesunyianku
Tasikmalaya, 2020.
DI STASIUN SEPI
tak biasanya pemberangkatan sukar akan keramaian
selimuti suasana yang semakin murung mendung
sejumlah pembatalan-pembatalan pertemuan terpaksa
harus diurungkan sejenak waktu yang berputar
lokomotif-lokomotif datang lalu pergi menarik
gerbong yang berisi kekosongan lain dari kemarin
yang disaksikan bersama penantian di persilangan
lebih dulu pamit menuju perhentianmu
telah kubongkar barang yang sudah terkemas rapi
menyepi di kediaman hatimu yang kembali menulis puisi
khawatir menggaris pada kertas hari bersama kejadian ini
pada jadwal yang telah termaktub dan menyanubari
di satu jalur yang tak dapat kembali pada badan
adalah kalimat perpisahanku yang berkabung berulangkali
Tasikmalaya, 2020.
DISINFEKTAN HUJAN
kupandang endapan rinai-rinai
pada tanah di musim baru yang bertamu
setelah menjalar dan diarak perjalanan angin
betapa mendung mengitari selimut langkah
angka-angka yang melonjak kian hari termaktub
di kepala hingga basah bercampur keringat
sudah hafal akan menanti kembali harapan
yang berteduh di bawah jantung doamu
di mana ketakutan dan keselamatan
adalah kabar yang melayang di sudut ketegangan
apa hendak dilaku selain arif dalam ketenangan
di sini aku tak bisa menghitung rintik yang pelan
dialirkan tuhan yang jatuh membasuh usap sepenuh
serap yang dekat mendekap lalu dirapalkan bumi
Tasikmalaya, 2020.
Sahaya Santayana, Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat, 12 Desember 1995. Menulis sejak Tahun 2014. Aktif Bergiat Satu Jam Sastra di Alun-alun Kota Tasikmalaya. Salahsatu puisinya masuk Antologi Bersama a.l : Jejak Cinta Di Bumi Raflesia, (2018), Jejak Hang Tuah Dalam Puisi, (2018), Bulu Waktu, (2018), Bulan-Bulan Dalam Sajak, (2018), Sajadah, (2019), Risalah Api, (2019), Dari Negeri Poci 9 : Pesisiran, (2019), Membaca Asap, (2019), Segara Sakti Rantau Bertuah, (2019), Antologi Sajak Juara KORSABARA, (2019), Suara dari Jiwa, (2019), Negeri Penyair, (2019), Puisi Sayur Mayur, (2020). Dan beberapa karyanya pernah dimuat Di H.U Kabar Priangan 2017, Radar Tasikmalaya 2017, H.U Rakyat Sultra 2018, Kuluwung.com 2018, Koran Merapi 2019, Magelang Ekspress 2019, Solopos 2019, Radar Banyuwangi 2019, sastra-indonesia.com 2019, tembi.net 2019, Radar Bekasi 2019, travesia.co.id 2019, kataberita.id 2020. Sekarang menetap di Kota Tasikmalaya.