Aulia Nur Inayah
Kenangan
Gelap berarak meninggalkan pagi. Angin berpacu saling mengencangkan ingatan tentang gigil. Para petani sibuk begadang di pagi buta. Bermain-main di pematang, mengendus-endus apakah hari ini hari peruntungan yang baik. Sementara di seberang, para perempuan sibuk menjerang doa-doa yang menggiring hening goyang dedaunan.
Subuh itu subuh keikhlasan, yang memancar terang di sajadah panjang. Demi waktu, yang lurus terbentang. Terlahir keindahan memancar di pelukan embun, daun-daun berkaca di subuh itu. menyisakan kerinduan, pertemuan-pertemuan dengan kekasih. KekasihMu.
Embun itu adalah senyum tulus. Yang terbang di kecil kalbu. Penawar sekaligus api bagi nafas rerumput, padi dan lembayung.
Ingin kusingkirkan gelap, yang bernaung di sarang Madu. Lebah-lebah itu membangun rumah. Yang kelak cita dan cinta bertelur menjadi cerita. Aku sendiri sebagai pengamat yang paling setia. Menyaksikan mimpi-mimpi itu diterbangkan sayap-sayap awan. Seperti menanti si buah hati. Yang masih berada di timangan pancar sinar nurMu.
Aku juga ingin meninggalkan kenangan. Yang kelak, orang-orang di bendungan sungai itu, Mampu menuliskan sejarah tentang lahir, hidup dan matinya hanya untukMu. Agar semua kejadian demi kejadian akan menjadi ukuran, seberapa pantas dan seberapa lama bisa mengingatMu utuh.
Randegan, 20 April 2013
Aulia Nur Inayah
lahir di Tegal, 06 Oktober 1992. Kini tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto di Jurusan Syariah, Ekonomi Islam. Puisi-puisinya banyak dimuat diberbagai antologi bersama baik regional maupun nasional, di Majalah Horison, serta antologi bersama 107 penyair Indonesia Malaysia. Penyair ini adalah seorang mahasiswa pesantren tinggal di Bumijawa, Tegal.
Kenangan
Gelap berarak meninggalkan pagi. Angin berpacu saling mengencangkan ingatan tentang gigil. Para petani sibuk begadang di pagi buta. Bermain-main di pematang, mengendus-endus apakah hari ini hari peruntungan yang baik. Sementara di seberang, para perempuan sibuk menjerang doa-doa yang menggiring hening goyang dedaunan.
Subuh itu subuh keikhlasan, yang memancar terang di sajadah panjang. Demi waktu, yang lurus terbentang. Terlahir keindahan memancar di pelukan embun, daun-daun berkaca di subuh itu. menyisakan kerinduan, pertemuan-pertemuan dengan kekasih. KekasihMu.
Embun itu adalah senyum tulus. Yang terbang di kecil kalbu. Penawar sekaligus api bagi nafas rerumput, padi dan lembayung.
Ingin kusingkirkan gelap, yang bernaung di sarang Madu. Lebah-lebah itu membangun rumah. Yang kelak cita dan cinta bertelur menjadi cerita. Aku sendiri sebagai pengamat yang paling setia. Menyaksikan mimpi-mimpi itu diterbangkan sayap-sayap awan. Seperti menanti si buah hati. Yang masih berada di timangan pancar sinar nurMu.
Aku juga ingin meninggalkan kenangan. Yang kelak, orang-orang di bendungan sungai itu, Mampu menuliskan sejarah tentang lahir, hidup dan matinya hanya untukMu. Agar semua kejadian demi kejadian akan menjadi ukuran, seberapa pantas dan seberapa lama bisa mengingatMu utuh.
Randegan, 20 April 2013
Aulia Nur Inayah
lahir di Tegal, 06 Oktober 1992. Kini tercatat sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto di Jurusan Syariah, Ekonomi Islam. Puisi-puisinya banyak dimuat diberbagai antologi bersama baik regional maupun nasional, di Majalah Horison, serta antologi bersama 107 penyair Indonesia Malaysia. Penyair ini adalah seorang mahasiswa pesantren tinggal di Bumijawa, Tegal.