Eddy D. Iskandar (lahir di Bandung, Jawa Barat, 11 Mei 1951; umur 63 tahun) adalah seorang sutradara dan penulis Indonesia. Ia juga mengelola Mingguan berbahasa Sunda "Galura".
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).
Belum Ada yang Mengalahkan Eddy D. Iskandar dalam Jumlah Mengarang Novel Sampai saat Ini
Eddy D. Iskandar (lahir di Bandung, Jawa Barat, 11 Mei 1951; umur 63 tahun) adalah seorang sutradara dan penulis Indonesia. Ia juga mengelola Mingguan berbahasa Sunda "Galura".
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).
Belum Ada yang Mengalahkan Eddy D. Iskandar dalam Jumlah Mengarang Novel Sampai saat Ini
Eddy D. Iskandar (lahir di Bandung, Jawa Barat, 11 Mei 1951; umur 63 tahun) adalah seorang sutradara dan penulis Indonesia. Ia juga mengelola Mingguan berbahasa Sunda "Galura".
Minat menulis Eddy diawali dari hobinya membaca buku. Sejak kecil ia terbiasa membaca buku yang di pinjam di perpustakaan umum untuk bacaan orang tuanya. Beberapa karya penulis besar, seperti Motinggo Busye, Toha Mohtar, Mochtar Lubis, Marah Roesli, Sutan Takdir Alisjahbana, Usmar Ismail hingga Pramoedya Ananta Toer kerap dibacanya.
Tulisan pertamanya yang berjudul Malam Neraka hadir secara tidak sengaja saat ia mengikuti orientasi mahasiswa baru di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, pada tahun 1970. Tulisan tersebut di muat di Mingguan Mandala yang redaktur budayanya pada saat itu adalah sastrawan Muhammad Rustandi Kartakusumah. Sejak saat itu, ia mulai rajin menulis beragam tulisan, esai, dan puisi.
Pada tahun 1975, setelah menyelesaikan kuliahnya di Akademi Industri Pariwisata (AKTRIPA) Bandung, ia pergi ke Jakarta guna menekuni dunia film di Akademi Sinematografi Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta yang kini dikenal sebagai Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta. Ia ingin menjadi sutradara. Film dianggapnya sebagai media yang paling mudah mempengaruhi dan melihat berbagai sisi kehidupan masyarakat.
Di Jakarta, ia kerap berada di Taman Ismail Marzuki yang dikenal sebagai gudangnya penulis dan seniman. Namun, bukan menjadi sutradara, ia justru semakin matang sebagai penulis serba bisa. Selain bergaul dengan seniman dari segala profesi, ia juga sering menyaksikan beragam pementasan di TIM. Eddy juga turut bergabung dalam grup wartawan Zan Zapha Grup yang beranggotakan para penulis muda sepertu El Manik dan Noorca M. Massardi. Tulisan-tulisannya kemudian di distribusikan ke berbagai media cetak, terutama majalah populer.
Eddy menikah dengan Evi Kusmiati, dikaruniai tiga orang putri Dini Handayani, Novelia Gitanurani, Asri Kembang kasih dan satu orang putra Andre Anugerah. Sampai saat ini ia tetap produktif menulis termasuk menulis sekian banyak skenario sinetron dan film.
Karya tulisnya yang fenomenal, berjudul Gita Cinta Dari SMA dimuat sebagai cerita bersambung di majalah GADIS pada tahun 1976. Karyanya ini banyak menuai pujian. Atas permintaan pembaca, ia membuatkan cerita sambungannya Puspa Indah Taman Hati. Novel Gita Cinta Dari SMA juga diangkat ke layar lebar yang mengorbitkan pasangan, Rano Karno dan Yessy Gusman. Novelnya yang lain, yang berkisah tentang cinta antara tokoh Galih dan Ratna itu juga pernah di reka ulang dalam bentuk sinetron bersambung yang di tayangkan oleh salah satu stasiun televisi swasta. Tahun 2004, ia kembali merilis novel Gita Cinta Dari SMA, Pada tahun 2010, Gita Cinta Dari SMA kembali di angkat sebagai drama musikal berjudul "Gita Cinta The Musical".
Novelnya yang lain, yang juga meraih sukses di pasaran antara lain Cowok Komersil, yang berhasil dicetak enam kali dalam setahun dengan rata-rata 5.000 buku percetak. Selanjutnya novel Semau Gue diminati sineas film dan menjadi film bertabur bintang, seperti Rano Karno, Yessy Gusman dan Yenny Rachman. Sementara novel dengan 100 halaman berjudul Sok Nyentrik yang di selesaikannya hanya dalam kurun waktu sehari, tercatat berhasil berkali-kali cetak ulang. Salah satu kekuatan novel karya Eddy D. Iskandar karena daya ungkap dan dialognya yang mengalir lancar dan tetap aktual, tidak berpengaruh oleh perubahan trend.
Atas dedikasinya yang besar dibidangnya, tercatat beberapa kali ia meraih penghargaan, diantaranya mendapat nominasi untuk skenario jenis komedi untuk Si Kabayan pada FSI 1997, Penghargaan Anugerah Budaya Kota Bandung 2010 dalam bidang Film dari pemerintah Kota Bandung dan Penghargaan Anugrah Seni Budaya Jawa Barat (2010).