49. Bhara Martilla
Tuhan yang Memurah di
Bulan Aktor Murahan
Tiba
lagi pada sebuah hari disetiap yang tertentukan.
Dalam
beberapa jam yang menjadi kurun yang diharuskan.
Di
mulai di malam, surau begitu penuh. Nyaris ke jalan-jalan, di teras
harapan-harapan pengampunan,
Semua
mendadak berlomba ber-Tuhan, mendekap, mendekat tanpa pernah tahu dimana.
Riuh
di jiwa, dikebutaan keberserahan.
Tiada
yang membenci lapar dan haus keesokannya,
semuannya
tak ingat alpa.
Begitu
bergembira dalam ritus-ritus.
Khusuk
dalam perintah.
Hingga
disetiap kumandang adzan,
Ada
begitu banyak kepuasan dan ketenangan.
Iman
yang berteriak lantang. Dilantangkan,
Begitu
dan mengulang hingga di akhir takbir kemenangan.
Lalu,
sejarah yang selalu begitu riang di ujung bulan,
Yang
terdekat, yang dekat dan menjauh atau yang benar-benar jauh karena hal-hal.
Semuannya
akan pulang, berebut opor dan kenangan-kenangan. Berlomba menjadi peminta maaf.
Tuhan
terlampau baik mensucikan bulan ini, membiarkan segala kepalsuan luruh dalam
kepolosan.
Aku
lupa ini bulan apa,
Saat
Tuhan terlampau murah,
Ketika
aku, kamu, kita. Diperbolehkan untuk menjadi aktor yang sempurna.
Pula
digaji, diimbal, dimaafkan, dimuliakan.
Tanpa
ketegaan untuk dibangunkan untuk menjadi ingat, untuk menjadi malu.
Depok, 3
juni 3017
Bhara Martilla, penggemar
teks yang tak pernah keluar karena kesadaran kekurangan yang terlampau. Atau
karena ketakutan pada kemalu-maluan.