59.
Fitrah Anugrah
Di Pintu Ramadan
pada
kebesaranmu teringat kesombongan diri
pada
kesucianmu teringat kekotoran jiwa
pada
kebaikanmu aku pasrah tak bisa membalas
aku
luluh dalam kuasamu
aku
hancur dalam kehendakmu
aku
terpuruk pada penghujung waktumu
hingga
aku serasa debu yang selalu terbawa ombak
entah
kemana aku akan berlabuh
aku
terhanyut tanpa tahu kemana?
mengikuti
apa maumu?
menuruti
kehendakmu?
tak
terasa aku harus menepi
menemui
engkau dengan membawa beban
entah
kau akan menerima atau membuang kembali,
tapi
harapan masih kupikul sampai bumi telah berubah
Bekasi
2 Juni 2017
Fitrah
Anugerah
Sepanjang
Ramadan
nafas
ini sudah lama bersanding bau busuk
penuhi
paruparu dengan sampah+debu jalanan,
dan
langkahku akhirnya nuju ruang gelap dan sempit
mulut
ini selalu terisi susu basi,
daging
busuk dan kotor darah
hingga
bibir tak sanggup berimu pujiaan
mata
ini tersilaukan tajamnya cahya syahwat
aku
pun berjalan bagai orang buta,
tak
dapat lagi kulihat indah dirimu
telinga
penuh dering hinaan dan lagu murahan
lalu
tak kudengar lagi nyanyi merdumu di pagi hari
memanggilmu
untuk sebut namamu yang jelas
diri
berkubang pada tempat kotor,
bersanding
tahu+najis
hingga
aku malu berhadapan denganmu
diri
ini sudah waktunya dicuci
hingga
engkau turunkan seember air
dan
kau pun penuh kasih mencuci jiwa ini
seperti
bayi yang dimandikan bapa+ibunya
Tuhan
perindah diri ini dengan pakaian kebesaranMu
agar
aku tak malu berhadapan denganMu.
Bekasi,
2 Juni 2017
Fitrah
Anugerah. Lahir di Surabaya, 28 Oktober 1974.
Berkesenian atau berpuisi semenjak menjadi anggota Teater Gapus, Sastra
Indonesia, Unair, Kedaiilalang, Kali Malang Bekasi, dan FSB (Forum Sastra
Bekasi). Karya-karyanya pernah dimuat beberapa media dan terkumpul di beberapa
antologi. Sekarang bekerja di ekspedisi angkutan dan bertempat tinggal di
Bekasi