TEKS SULUH


Rabu, 21 Juni 2017

Tentang Data (buku) sastrawan Indonesia oleh Rg Bagus Warsono

Sah-sah saja
Hal mengenai data sastrawan, lembaga apa pun, komunitas apa pun boleh mengeluarkan datanya tergantung seleranya masing-masing. Di zaman setelah Angkatan '66 adalah masa dimana berakhirnya masa apa yang disebut angkatan-angkatan sastrawan itu. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada Korrie Layun Rampan, data yang diberikan cukup falid dan mendasar meski lebih dari jumlah yang dicatat Korrie diluar data itu lebih tebal bukunya, untuk membukukan sastrawan-sastrawan yang terlewat.
Referensi yang diambil kurator pada masanya adalah media cetak yang populair di Tanah Air, tetapi sebetulnya telah banyak karya sastra berserakan sejak tahun 70-80an yang justru sangat sangat mencirikan sastra.
Beberapa kurator kemudian membuat data baru yang dibukukan namun kemudian muncul buku data sastrawan nasional yang lain oleh kurator lain yang isinya berbeda baik nama maupun jumlah sastrawan yang ada.
Banhyak sekali kendala untuk menyuguhkan data sastrawan Indonesia, sebab bukan tidak mungkin selera penyusunnya berbeda-beda. Ada penyusun yang nyata-nyata berjiwa idealis yangtidak asal mencantumkan nama saja, karena didasari kaidah sastra yang dimilikinya. Namun tak sedikit kurator yang masih memiliki ego pribadi sehingga kadang dijumpai bukunya mengandung sara dimana banyak WNI keturunan yang sama sekali tidak dicantuimkan padahan adalah sastrawan yang sesungguhnya.
Media yang menjadi patokan masih berkutat pada media-media besar yang menyediakan kolom sastra khusus sedang media regional dan media daerah dengan bahasa daerah kadang dipinggirkan. Pada media-media berbahasa daerah tersebut tak sedikit ditemukan sastrawan-sastrawan daerah yang memiliki karya dengan bahasa daerahnya yang sangat bagus (bersambung)