TEKS SULUH


Rabu, 06 Januari 2021

Puisi Sulistyo di Gembok 2021

 Sulistyo 


Pesan Laron-laron 


Kata sekawanan laron,  puisiku telah lama mati 

Tak ada lagi seribu bait puisi meneriakkan kelaparan saat sarapan pagi

Apakah aku pujangga dungu yang memintal kata demi kata dan membiarkan terbawa hujan lalu terlindas roda-roda pedati?

Apakah aku pujangga dungu yang kehabisan kata karena pena ini telah lama mengering kehilangan imaji?


Wahai laron-laron, ceritakan pada awan tentang harum bumi pagi ini, tentang riang bocah-bocah berlarian menjaring tawa bersama sayap-sayapmu yang genit mempermainkan tingkah mereka 

Mengepul asap kopi, kuseduh tanpa gula karena pemanisnya adalah senyum bidadari bergelayut manja di lengkung pelangi

dan bocah-bocah tetap berlarian menjaring sisa awan

sementara riuh dengkur tadi malam masih melekat di puntung rokok kretek 

Pasrah

Tergeletak lemas di asbak basah


Kata sekawanan laron, tak perlu lagi kutulis puisi

karena mereka telah beranak pinak menjadi bulir-bulir padi di hampatan sawah-sawah petani, menjadi ikan-ikan dalam jaring-jaring nelayan, menjadi rimbun flamboyan peneduh jalanan perkotaan, menjadi deburan ombak dalam biru lautan


Puisiku telah lama mati, kata sekawanan laron

tapi akan selalu abadi menari dalam tubuh matahari


Jakarta, 11 September 2020


*Laron-laron yang dimaksud dalam puisi adalah laron-laron yang muncul/keluar dari lubang tanah waktu pagi sesudah hujan malam hari. Bukan laron-laron yang mengerubuti lampu saat malam hari.


Sulistyo 

Menyukai sastra khususnya puisi sejak sekolah dasar. Lahir di Kudus pada 11 September. Mengikuti beberapa antologi bersama antara lain Kata Kita, Tadarus Puisi IV, Sampah. 

Tinggal di Jakarta.