Putri Bungsu
Aku Menulis Semampuku
Aku bukan penyair bukan pula penyinyir
Apalagi penyihir yang mampu menyuap
Dewan kurator demi memuluskan jalan
Menyandang pemenang dan piagam penghargaan
Aku hanyalah insan biasa yang ingin berkarya
Sesekali bertanya bagaimana menulis yang baik
Menuangkan ide bila tak boleh demo
Bisa jadi ujung penaku lebih tajam dari pedang
Aku datang layaknya pendatang
Kemungkinan kalah sebelum perang
Tersungkur di atas karya pujangga
Dan cukup puas sebagai pecundang
Aku perantau berbekal kemauan keras
Mencintai dunia sastra tanpa batas
Berdecak kagum saat membaca mahakarya emas
Tulisan hebat pengaksara negeri
Tak perlu rendah diri apalagi patah hati
Berkarya menyuarakan kata hati
Baik buruk dua sisi takdir Tuhan
Tak ada label terbaik karna karya manusia ada batasnya
Karanganyar, 20 Agustus 2020
Putri Bungsu
Aksara Sunyi
Aku aksara sunyi. Asalku dari daerah pesisir selatan. Biasa bercanda dengan ombak, pasir, dan buih. Suka bercengkerama dengan petani muda yang mengolah lahan pasir menjadi subur. celoteh nakal biasa kudengar. Pupuk tak perlu beli cukup dari kotoran sendiri. Lahan tak perlu nyewa. Luasnya semampu raga mengolahnya. Awalnya mendulang suka lama-lama menelan duka. cabe tak lagi pedas. Lebih pedas ulah tengkulak penentu harga.
Aku aksara sunyi. Mencatat segala peristiwa dengan ujung penaku yang tumpul. Setumpul pemimpin yang membeli kursi dengan kolusi. Seperti gelap malam tanpa purnama tiada nyanyian serangga. Kidung kinasih sirna ditelan pernasiban tragis mengiris.
Ah, sesunyi inikah aksaraku? Aku telah mengarungi lautan diksi. berkubang dalam lumbung kata-kata. Bergumul dengan frase rumit menyesakkan dada. Terlalu banyak lumpur konotasi berbalut ambigu tak mampu kumaknai dengan pasti. Pijar asa menyinari lorong jalan tanpa ujung. Terus melangkah ikuti jejak senior. Disana ada monumen sakti tempat pujangga memahat abjad sarat makna. Aku tak putus asa sampai bisa melukiskan aksara jiwa.
Karanganyar, 20 Agustus 2020
Putri Bungsu, guru yang gemar membaca, menulis, dan avontur. Namanya masuk dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia dengan nama aktanya Tusilah. Menerbitkan buku puisi tunggal Ketika Aksara Bicara (2017) dan Detik Akhir (2019). Bergabung dengan banyak komunitas dan telah menerbitkan lebih dari 50 buku antologi bersama berupa puisi, geguritan, cerpen, cerkak, esai, maupun resensi. Mengikuti Konpen Malaysia dan menghasilkan antologi puisi Wangian Kembang. Mengikuti Wisata Puisi Brunei menghasilkan buku antologi Gadis Kampung Air, A Skyful of Rain (Banjarbaru) dan puluhan buku lainnya. Suka menulis untuk media pendidikan seperti Inspirasi, Inspirator, Luhur, Titis, Saraswati, Radar Pos.