Raden Rita Maimunah
Masih Adakah Ruang Bagi Rakyat
Jiwa-jiwa yang masih peduli
Mengibarkan bendera merah putih
Dalam hatinya sambil berucap “Merdeka”
Jiwa-jiwa anak bangsa terbelenggu oleh covid
Yang meniadakan keramaian, semua orang takut
Perayaan hari kemerdekaanpun menjadi sepi
Tapi garuda masih segagah 75 tahun yang lalu
Tak pudar oleh waktu
Rasa kebangsaan pada anak-anak mulai berangsur terlupa
Senyum-senyum tak lagi bebas di ungkapkan
Terpasung oleh pandemi yang makin di gembar gemborkan bahayanya
Kehidupan semakin sulit
Kemakmuran hanya sebuah impian
Berada di bawah ketiak para koruptor
Yang tak pernah merasa salah
Sementara masyarakat semakin tercekik oleh kemiskinan
Uang sulit di cari banyak yang kelaparan
Para maling dan rampok banyak berkeliaran
Tapi tak lagi ada yang kan di rampok
Kekuasaan semakin pongah, duduk di atas singasananya
Tanpa perlu mikir rakyat
Masih adakah kebebasan berpendapat
Kebebasan mencari nafkah tanpa terhalang covid
Masyarakat menjadi dungu, tak tahu harus berbuat apa
Anak-anak mendekap perutnya, lapar
Karena bapaknya tak dapat beli beras
Rakyat menonton kemegahan para penguasa
Dengan mengurut dada
Orang-orang pintar berpacu
Mendekatkan diri pada penguasa
Dengan segala cara
Masih adakah ruang bagi rakyat
Padang, 21 Agustus 2020
Cerita
Pada siapa aku akan bercerita
Karena kesedihanku tak tertampung oleh jiwa
Tak juga dapat kutangisi bayangmu
Semua tak dapat hapus dari ingatanku
Meski di ujung langit sana, sudah mulai berkabut
Pertanda hari akan hujan
Seharusnya kesedihan tak lagi ada, pada usiaku di ujung senja
Tapi khawatir padamu masih membayangi batinku
Meluluh lantakkan jiwa yang mulai lelah
Tak tahu pada siapa aku harus menuangkan cerita
Aku tak ingin mengurai cerita lagi, tentang dirimu
Tentang kelucuanmu, tentang kehidupanmu
Tentang semua yang ada padamu
Karena kau telah lari dari duniaku
Aku tak ingin cerita tentang dirimu, bersebar dilangit biru
Aku tak ingin kebodohanmu tercium oleh angin yang berhembus
Aku tak ingin cerita usangmu terbawa debu yang beterbangan
Biarlah aku berdiri di sini, terpaku menggenggam seluruh kisah-kisah
Juga kisah hidupmu yang penuh dusta
Aku tetap di sini menunggu sadarmu, nak
Meski aku akan tetap menikmati kehampaan, menikmati sunyi
Dan menikmati rasa kecewa
Entah sampai kapan
Raden Rita Maimunah, lahir tanggal 2 Pebruari di Cianjur, Jabar, besar di kota Padang. Menulis puisi dan fiksi sejak 1977. Buku puisinya yang telah terbit berjudul "Tak Ada Kata" (2018).senandung luka ( 2018).
Puisinya mengisi puluhan Antologi Bersama Nasional/regional sejak tahun 2015 seperti : “Patah Tumbuh hilang berganti” Palagan Pres 2015, Antologi Puisi “ Memo untuk Wakil rakyat” Forum sastra surakarta November 2015, Antologi Puisi “ memo anti teroris” forum sastra surakarta april 2016, antologi puisi “ Memo antyi kekeran terhadap anak-MAKTA” september 2016, Antologi Puisi “Tadarus Puisi” 2017, Antologi GSM “ Gema Sonia Temasik” 2017, Antologi Puisi “Aceh 5;03 6,4 SR “April 2017, Antologi Puisi “Puisi menolak Korupsi 6-PMK 6”, Forum sastra surakarta Juli 2017, Antologi cerpen “ selendang mayang “ AWWA-Asean Writer’s Associsation, Juli 2017, Antologi Puisi “ Tema bebas “ Hidden Publisher Juli 2017, , Antologi wangian kembang Persatuan penyair malaysia 2018, Zamrud Khatulistiwa KKK, 1 Februari 2019’. Penyair cantik dengan Karya cantik Penebar media Pustaka 30 Okt 2019, Wong Khentir ( Lumbung Puisi sastrawan Indonesia Edisi Spesial 2020 ), Antologi Puisi Harapan 10 Februari 2020, dll