TEKS SULUH


Jumat, 08 Januari 2021

Puisi Ria Mi di Gembok 2021

 Ria Mi


Surat Kepada Sampah Plastik


Sebelum warna jingga memasuki kampung

Aku ingin menitipkan surat ini kepada sampah plastik

Bisakah kau menyampaikan dengan sejujur-jujurnya, wahai angin yang menderu?

Surat ini kutulis setelah berjuta nyawa yang tertimbun sampah plastik menangis sendu di pojok waktu

Sebuah tanya kusampaikan kepada tangis, "Mengapa engkau menagis?"

Kokoh karang yang tak mampu menahan beban sampah plastik di laut telah menimpa kami. Sampah sampah itu menyumbat jalan air dari muara sungai. Hingga debit airnya meluap menjadi malaikat maut.

Di bantaran sungai yang lain, sampah plastik menggila! Memenuhi ruang jantung sungai hingga tak bisa bernapas

Apa kau masih punya hati plastik?

Jika kau punya rasa bacalah suratku ini, agar kau mengerti bahwa pada ambang batas keberadaanmu membuat sulit kami

Di pinggir jalan sampah plastik mengundang lalat

Dalam deru hujan kau ikut hanyut masuk dalam ruang-ruang tanpa diundang

Maka ini surat peringatan

Jika masih saja kau beterbangan, memenuhi ruang ruang maka aku akan mendaur ulang segala apa yang kau lakukan kepada kami

Kuambil paksa kau dengan mesin berat

Memasukkannya dalam tempat yang semestinya

Bukit Nuris, 21 September 2020

Ria Mi


Air Kehidupan


Kau gemericikkan lewat gerimis

Membisikkan kalam-kalam nyata dalam diri

Agar kumengerti ayat-Mu dalam kidung panjang yang ngilu

Kau genangkan pada petak-petak rasa lalu Kau tumpahkan lewat sudut mata

Biar hilang gegap pengap jiwa

Oh air kehidupan

Kau titipkan pada ranting Cemara yang setia pada perintah

Untuk menjatuhkan di ubun-ubun yang melewati jalan setapak dengan gontai dan kehausan

Haus air kehidupan...serasa mati sebelum mati

Tapi detak tak henti

Sedang kaki-kaki tetap melangkah

Menuju cahaya

Air kehidupan menyertai di kalbu-kalbu niscaya

Kun fayakun gersang jadi rimbun

Kun fayakun haus ada teguk setetes embun cukup untuk seumur hidup menuju cahya-Mu

Tumit-tumit nyeri...rasanya menusuk kalbu

Darahnya menjadi senjata

Penggali air kehidupan

Kun fayakun rasa mati jadi hidup kembali

Berseri membening dalam langkah pasti di lautan La Tahzan

Bukit Nuris, 19 September 2020



Riami, tinggal di Malang. Pernah menulis di Malang Post, penulis buku " Catatan Harian Belajar di Bukit  Nuris", "Pelangi Kerinduan", " Kisah Romansa di Negeri Awan", dan "Serpihan-serpihan Kisah Kita", “Dua Mata Haiku”, bersama Mohamad Iskandar”, dan “Sajak Biru”.   Aktif menulis di kompasiana.com, aktif di Group Sahabat Guru Super Indonesia, sedang mendalami haiku di Group Kelas Puisi Alit (KEPUL) yang di ampu oleh penyair Mohamad Iskandar. Mendalami Puisi bebas di Kelas AIS ( Asqalani Imagination School) diampu oleh Muhammad Asqalani eNeSTe,  Mengajar di SMPN 2 Pakisaji Kab. Malang.