TEKS SULUH


Rabu, 06 Januari 2021

Puisi Soekardi wahyudi di Gembok 2021

 Soekardi Wahyudi 


Tembang Belantara


Karya : Sukardi Wahyudi

(menari menarilah para Enggang di pucuk mimpi

kicau mu adalah nada pilu

pada ranting dan dahan kehidupan).

Fatma mengambang bersilimut bulan bercahaya emas

malam empat belas

malam lima belas

malam enam belas

huuuuii, puiih.

Urat yang renta

menghunus kepalan menjawab tantangan

berkali-kali dipukulkan di dadanya

meramu dosa hutan terlarang

gilang tembang tingkilan

memabukkan hudoq kehilangan rotan

menangis menyaksikan lukisan rindu

di robek-robek gelombang gubang dan kapal dagang.

Gemericik di jilat ombak manja

mengulur arus memuntahkan tuba sampai ke muara baroh

ayo beradu tatapan

damarpun mengepul harum dupa pedalaman

ikan berkata : jala nelayan kalah kekuatan.

Doa dan mantra disemburkan

untuk menjaring angin rimba yang kehilangan keperawanannya

akar layu di cium nafsu

meneteskan air mata mahakam terluka darah

memakan paksa,

mengisap lizat

kera berkata : lamin ku jadi rebutan.

(menari menarilah para Enggang di rimba duka

kepakmu adalah kesetiaan yang harus di kobarkan

pada ranting dan dahan kerinduan).

Fatma mengambang bersilimut bulan bercahaya emas

malam empat belas

malam lima belas

malam enam belas

huuuuii, puiih.

Keringat siang terus mengaliri malam

membawa langkah kehidupan ke tepian akhir

dan angin gerakan harapan

membelah riak sungaiku, menggairahkan segala sepiku

mencari tanda-tanda kejujuran di kening bunda

mengais

tahta

mahkota yang tersisa.

Memetik buih di atas pusaran waktu

hari

bulan

dan tahun

yang selalu memikul meranti berdaun duka.

Gigil nyali perahuku mendengar teriakan arusmu

padahal di dadamu

ada dadaku

di darahmu

ada darahku

mengalir

terus

aku dengan setia menunggu.

(menari menarilah para Enggang di dada semesta

senyum mu adalah cinta yang harus diwujudkan

pada ranting dan dahan kearifan).

Fatma mengambang bersilimut bulan bercahaya emas

malam empat belas

malam lima belas

malam enam belas

huuuuii, puiih.

Jangan protes pada tugu yang hanya diam dan bisu

tempat pesta  nostalgia masa lalu

mengepalkan tangan mengibarkan bendera

di sayap-sayap garuda.

Denting sampeq

menggerakan gantar dan tari perang

menaburkan benih sakral ke liang sepi

menyusuri setiap muara arah kejujuran

di atas berjuta wajah berselimutkan merah putih

yang tersiram teriknya matahari

melumat paksa

membakar dada disetiap batang jiwa

meremas santan hatinya hingga hilang pati sari

menjerat langkah perjuangan yang tertatih sarat beban kepalsuan.

Di atas ujung waktu

teriakkan ke telingga hujan suara kemarau

suara nafas kehidupan yang tersenggal

suara tangis bumi

suara yang tak punya suara

suara tangan-tangan yang melahirkan buah duka.

Kukar, 17012019/2020.






Soekardi Wahyudi 


Penghargaan

Hari ini

membagi senyum

sejarah mencetak nama di alenia pertama

dengan huruf kafital terteriakan di persada

semua berdecak

kagum entah apa.

Hari ini

semua bertepuk tangan

ucapan selamat bergema

menyusuri pori nadi belantara kemerdekaan

semua bangga

iklas entah apa.

Hari ini

aku termenung dalam sepi ku

diantara derap langkah merah putih mu

yang diiringi senandung puji puja

semua menganggukan kepala

tanda setuju entah apa.

Hari ini

adalah tiga puluh enam tahun terrendam dalam bakti

saat Indonesia sematkan perunggu berlapis emas

tepat di dada kanan nyilu

dibalik nama ada daftar sembilu

menunggu hari tua ku.

Dan hari ini

terlepaskan semua aturan

pasal dan ayat

yang tertancap melekat di otak kiri kanan

agar sempurna jejak rindu ku.

Kotaraja, 17082019/20.

H. Sukardi Wahyudi, lahir di Samarinda pada tanggal 17 Januari 1960, Sukardi Wahyudi mengaku mengeluti dan memperdalam dunia sastra secara autodidak, hal itu dilakukan sejak tahun 1977 dan baru tahun 1981 berani mempublikasikan karyanya di media masa baik Daerah maupun nasional dan Buletin sastra yang tersebar di Nusantara. Sukardi Wahyudi telah menghimpun karyanya secara tunggal maupun bersama yang diterbitkan dalam sejumlah buku antologi  puisi dan cerpen antara lain : Diam (1983, Ikatan Pencinta Satra Kabupaten Kutai) Tongkat  (1984, Ikatan Pencinta Sastra Kabupaten Kutai), Boom  (1984, IPS Tenggarong), Hudoq 2000   (1985,  Ikatan Pencinta Sastra Kabupaten Kutai),  Menepis Ombak Menyusuri Sungai Mahakam (1999, Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kutai), Seteguk Mahakam (2006, Penerbit Matahari Jogyakarta), Ada Gelisah Di Pertemuan Waktu Antologi Cerpen   (2011, Penerbit Araska Jogyakarta)  Lelaki Itu Antologi puisi ( cetekan I - 2010, cetakan II - 2018 Penerbit Araska Jogyakarta) dan Jejak Rindu Antologi puisi (2019, Penerbit Araska Jogyakarta). Karyanya juga termuat dalam beberapa buah buku antara lain Secuil Bulan Di Atas Mahakam Antologi puisi bersama penyair Kaltim (1999, DKD. Prov. Kaltim), Maaf dan Penyesalan ( Antologi Puisi 2005 ), Ikhtisar Sastra Indonesia  Di Kalimantan Timur (Apresiasi, 2009), Ensiklopedia Sastra Kalimantan Timur (Apresiasi, 2009),dll