Wardjito Soeharso
Sebotol Kosong Hasrat
Aku masih mendengar dendang cinta itu
Yang biasa kau nyanyikan di senja jingga
Dalam pikiranku, mengalir seperti mimpi
Di pinggir kolam, di mana kita biasa duduk di sana
Kurengkuh pundakmu, kita banyak bicara tanpa kata
Duh, sunyi ternyata simponi terindah sebuah harapan
Ingatkah kamu malam-malam kita habiskan waktu bersama
Dari balik awan, bulan bulat cemburu mengintip dari langit
Oh, tidak. Dia justru minta kolam berikan gelombang kecil di permukaannya
Kita bicara banyak tanpa kata
Namun jantung tak henti berdentum-dentum
Membakar sekerat hasrat hangatkan temaram cahaya sang ratu malam
Kolam kecil di balik taman bunga itu
Saksi bisu kalau kita masih terus peduli untuk memberi
Seperti pasir yang tak pernah bosan menyerap air
Di tepi kolam di mana kita biasa bercengkerama, malam ini
Sambil minum sebotol anggur, kita bicara banyak tanpa kata
Meskipun begitu, kamu tetap bisa membaca jelas gerak bibirku
"Selamat Ulang Tahun ke enam puluh, sayangku!"
2020
Wardjito Soeharso
Kisah Selembar Uang Rp 1.000,-
Tadi pagi aku ke pasar
Kudatangi Mbok Penjual Buah.
Kupilih mangga yang ranum kuning kemerahan
Berapa harga sekilo, Mbok?
Murah, Pak. Rp 7.000,-
Dan aku minta tiga kilo
Kusodorkan selembar uang ratusan ribu.
Si Mbok merogoh dompet kumalnya
Diberikan kepadaku Rp 80.000,-
Lho, lebih seribu, Mbok. Aku tak punya uang ribuan
Gak papa, pak. Biarin, Rp 20.000,- saja.
Bener, Mbok? Ikhlas, ya?
Ikhlas, Pak. Matur nuwun.
Matur nuwun, Mbok
Pagi ini, aku menerima pemberian
Rp 1.000,- dari Mbok Penjual Buah
Sedekah yang ikhlas berbalut senyuman.
Alangkah indahnya!
Aku lanjutkan langkah
Menuju Simbah Penjual Telur
Tinggal tersisa satu setengah kilo
Terbagi dalam tiga bungkus plastik
Berapa harga telurnya, Mbah?
Rp 13.000,- tiap setengah kilo, Pak.
Nggih, saya ambil semua tiga bungkus.
Jadi, semua Rp 39.000,- ya, Mbah?
Kuulurkan dua lembar uang dua puluh ribuan.
Simbah mengambil uang logam seribuan
Tak usah, mbah. Yang seribu untuk simbah saja.
Alhamdulillah. Matur nuwun, Pak.
Sama-sama, Mbah.
Uang seribu rupiah
Pagi ini sudah membuat bahagia tiga orang
Mbok Penjual Buah, aku, dan Simbah Penjual Telur
Dengan segala ikhlas, uang seribu rupiah
Berganti tangan dengan menebar senyum bahagia
Membawa aura pagi terasa begitu indah.
Aku tidak tahu
Sampai di mana uang seribu rupiah itu berjalan
Dari tangan satu ke tangan lainnya
Akankah terus menebar senyum bahagia
Mengubah aura hari terus terasa begitu indah?
Selembar uang seribu rupiah
Dan aku tak pernah tahu
Dalam hitungan keberapa
Dia tadi sesaat singgah di tanganku.
Ya, selembar uang seribu rupiah saja!
Wardjito Soeharso Lelaki dengan multi status: suami, bapak, penulis, pengusaha, pelamun, pemimpi, dan masih banyak lagi. Menulis sebagai akibat dari suka membaca. Menulis puisi, naskah drama, essai ilmiah populer, dan sekarang sedang rajin menulis novel. Di Balik Bayang-bayang Kasih Sayang, novelnya yang baru terbit, mendapat sambutan baik dari para pembacanya. Sekarang sedang menulis novel seri keduanya.